Nama : Tuti Nurjanah
NPM : 27211201
Kelas : 4EB22
No.
Absen : 46
Kasus PT. KAI 2006
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah,
puji dan syukur penulis panjatkan kepada kehadirat ALLAH SWT, atas segala
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Makalah ini dengan judul “
Kasus PT. KAI 2006” tepat pada waktunya.
Adapun maksud dan tujuan dari Makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Mata
Kuliah Akuntansi
Internasional. Dalam Makalah ini, penulis menyadari bahwa dalam Makalah ini banyak
kekurangan untuk itu penulis menerima saran dan kritik yang bersifat membangun
demi perbaikan kearah yang lebih baik lagi. Akhir kata penulis mengucapakan
terima kasih dan berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya
dan pembaca pada umumnya.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pentingnya penerapan Etika Profesi merupakan pedoman yang
penting dalam berperilaku yang baik dalam
suatu profesi. Belakangan ini banyak sekali pelanggaran dan kecurangan
yang timbul akibat penerapan etika profesi yang tidak maksimal. Banyak
kecurangan-kecurangan yang timbul karena terkikisnya kejujuran dan
kebijaksanaan dalam berperilaku.
Disini akan diulas mengenai Kasus PT. KAI 2006 Hal ini
menjadi menarik karena memanipulasi laporan keuangan termasuk pelanggaran etika
profesi dibidang akuntan dan bidang
akuntansi menjadi pondasi ekonomi yang baik dalam negeri Indonesia ini. Dalam
makalah ini penulis akan menjabarkan profil serta kronologi dari kasus
Manipulasi Lapoan Keuangan PT KAI.
Kasus PT. KAI berawal dari perbedaan pandangan antara Manajemen dan
Komisaris, khususnya Ketua Komite Audit dimana Komisaris menolak menyetujui dan
menandatangani laporan keuangan yang telah diaudit oleh Auditor Eksternal.
Komisaris meminta untuk dilakukan audit ulang agar laporan keuangan dapat disajikan
secara transparan dan sesuai dengan fakta yang ada. Salah satu faktor yang
menyebabkan terjadinya kasus PT. KAI adalah rumitnya laporan keuangan PT. KAI.
Dari penjelasan tentang pentingnya peran akuntan publik tersebut maka
penulis tertarik untuk mengambil judul kasus pelanggaran etika profesi
akuntansi tentang manipulasi laporan keuangan PT. KAI yang diharapkan dapat
memberikan informasi lebih nyata tentang pentingnya etika profesi akuntansi
agar pembaca dapat lebih mudah memahaminya.
1.2 Rumusan Masalah dan Batasan Masalah
1.2.1 Rumusan Masalah
1.Bagaimana opini penulis
terhadap masalah yang terjadi pada kasus PT. KAI?
2.Etika profesi apa yang dilanggar oleh PT. KAI?
1.2.2 Batasan masalah
Berdasarkan rumusan
masalah diatas, penulis hanya membahas kasus PT. KAI pada tahun 2006
1.3 Tujuan penelitian
1. Untuk mengetahui opini penulis tentang masalah
apa yang terjadi pada PT. KAI
2. Untuk mengetahui etika profesi apa yang
dilanggar oleh PT. KAI
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian
Etika Profesi
Etika Profesi Akuntansi adalah Merupakan suatu ilmu yang
membahas perilak perbuatan baik dan buruk manusia sejauh yang dapat dipahami
oleh pikiran manusia terhadap pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan
penguasaan terhadap suatu pengetahuan khusus sebagai Akuntan.
Dalam etika profesi, sebuah profesi memiliki komitmen moral
yang tinggi yang biasanya dituangkan dalam bentuk aturan khusus yang menjadi
pegangan bagi setiap orang yang mengembangkan profesi yang bersangkutan. Aturan
ini merupakan aturan main dalam menjalankan atau mengemban profesi tersebut
yang biasanya disebut sebagai kode etik yang harus dipenuhi dan ditaati oleh
setiap profesi. Menurut Chua dkk (1(994) menyatakan bahwa etika profesional
juga berkaitan dengan perilaku moral yang lebih terbatas pada kekhasan pola
etika yang diharapkan untuk profesi tertentu.
Setiap profesi yang memberikan pelayanan jasa pada
masyarakat harus memiliki kode etik yang merupakan seperangkat moral-moral dan
mengatur tentang etika professional (Agnes, 1996). Pihak-pihak yang
berkepentingan dalam etika profesi adalah akuntan publik, penyedia informasi
akuntansi dan mahasiswa akuntansi (Suhardjo dan Mardiasmo, 2002). Di dalam kode
etik terdapat muatan-muatan etika yang pada dasarnya untuk melindungi
kepentingan masyarakat yang menggunakan jasa profesi. Terdapat dua sasaran
pokok dalam dua kode etik ini yaitu Pertama, kode etik bermaksud melindungi
masyarakat dari kemungkinan dirugikan oleh kelalaian baik secara disengaja
maupun tidak disengaja oleh kaum profesional. Kedua, kode etik bertujuan
melindungi keseluruhan profesi tersebut dari perilaku-perilaku buruk orang
tertentu yang mengaku dirinya profesional (Keraf, 1998).
Kode etik akuntan merupakan norma dan perilaku yang mengatur
hubungan antara auditor dengan para klien, antara auditor dengan sejawatnya dan
antara profesi dengan masyarakat. Kode etik akuntan Indonesia dimaksudkan
sebagai panduan dan aturan bagi seluruh anggota, baik yang berpraktek sebagai
auditor, bekerja di lingkungan usaha, pada instansi pemerintah, maupun di
lingkungan dunia pendidikan. Etika profesional bagi praktek auditor di
Indonesia dikeluarkan oleh Ikatan Akuntansi Indonesia (Sihwajoni dan Gudono,
2000).
Prinsip perilaku profesional seorang akuntan, yang tidak secara khusus dirumuskan oleh Ikatan Akuntan Indonesia tetapi dapat dianggap menjiwai kode perilaku IAI, berkaitan dengan karakteristik tertentu yang harus dipenuhi oleh seorang akuntan.
Prinsip perilaku profesional seorang akuntan, yang tidak secara khusus dirumuskan oleh Ikatan Akuntan Indonesia tetapi dapat dianggap menjiwai kode perilaku IAI, berkaitan dengan karakteristik tertentu yang harus dipenuhi oleh seorang akuntan.
Tujuan profesi akuntansi adalah
memenuhi tanggung-jawabnya dengan standar profesionalisme tertinggi, mencapai
tingkat kinerja tertinggi, dengan orientasi kepada kepentingan publik. Untuk
mencapai tujuan tersebut terdapat 4 (empat) kebutuan dasar yang harus dipenuhi
:
1. Kredibilitas.
Masyarakat membutuhkan kredibilitas informasi dan sistem informasi.
2. Profesionalisme. Diperlukan individu yang denga
jelas dapat diindentifikasikan oleh pamakai jasa akuntan sebagai profesional
dibidang akuntansi.
3. Kualitas Jasa. Terdapatnya keyakinan bahwa semua
jasa yang diperoleh dari akuntan diberikan dengan stndar kinerja yang tinggi.
4. Kepercayaan. Pemakai jasa akuntan harus dapat
merasa yakin bahwa terdapat kerangka etika profesional yang melandasi pemebrian
jasa oleh akuntan.
2.2 Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia
Kode etik Ikatan Akuntan Indonesia terdiri dari
tiga bagian:
1. Prinsip Etika
1. Tanggung Jawab Profesi, Dalam
melaksanakan tanggung-jawabnya sebagai profesional setiap anggota harus
senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan
yang dilakukannya.
2. Kepentingan Publik, Setiap anggota
berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik,
menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme.
3. Integritas, Untuk
memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi
tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.
4. Obyektivitas, Setiap anggota
harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam
pemenuhan kewajiban profesionalnya.
5. Kompetensi
dan Kehati-hatian Profesional, Setiap anggota
harus melaksanakan jasa profesionalnya tkngan kehati-hatian, kompetensi dan
ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan
keterampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa
klien atau pemberi kerja memperoleh matifaat dari jasa profesional yang
kompeten berdasarkan perkembangan praktik, legislasi dan teknik yang paling
mutakhir.
6. Kerahasiaan, Setiap
anggota harus, menghormati leerahasiaan informasi yang diperoleh selama
melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi
tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional
atau hukum untuk mengungkapkannya.
7. Perilaku Profesional, Setiap anggota
harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi
tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.
8. Standar Teknis, Setiap anggota
harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar
proesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati,
anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa
selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.
- Aturan Etika
a. Independensi, Integritas dan Obyektivitas
Independensi berarti
dalam menjalankan tugasnya, anggota KAP harus selalu mempertahankan sikap
mental independen di dalam memberikan jasa profesional sebagaimana diatur dalam
standar profesional akuntan publik yang ditetapkan oleh IAI. Integritas dan
Obyektifitas dimana anggota KAP mempertahankan integrits dan obyektifitas harus
bebas dari konflik kepentingan dan tidak boleh membiarkan adanya salah saji.
b. Standard Umum dan
Prinsip Akuntansi
Standard Umum, anggota
KAP harus mematuhi standar berikut ini beserta interpretasi yang terkait yang
dikeluarkan oleh badan pengatur standar yang ditetapkan IAI:
1. Kompetensi
Profesional.
Anggota KAP hanya boleh melakukan pemberian
jasa profesional yang secara layak (reasonable) diharapkan dapat
diselesaikan dengan kompetensi profesional.
2. Kecermatan
dan Keseksamaan Profesional.
Anggota
KAP wajib melakukan pemberian jasa profesional dengan kecermatan dan
keseksamaan profesional.
3. Perencanaan
dan Supervisi.
Anggota KAP wajib
merencanakan dan mensupervisi secara memadai setiap pelaksanaan pemberian jasa
profesional.
4. Data
Relevan yang Memadai.
Anggota KAP wajib
memperoleh data relevan yang memadai untuk menjadi dasar yang layak bagi
kesimpulan atau rekomendasi sehubungan dengan pelaksanaan jasa profesionalnya
c. Tanggung Jawab Kepada Klien
Anggota KAP tidak diperkenankan mengungkapkan informasi klien yang rahasia
tanpa persetujuan klien.
d. Tanggung Jawab kepada
Rekan
Anggota wajib memlihara citra profesi dan tidak melakukan perkataan dan
perbuatan yang dapat merusak citra reputasi rekan seprofesi.
e. Tanggung jawab Praktik lain
Anggota tidak diperkenankan melakukan tindakan dan atau mengucapkan
perkataan yang dapat mencemarkan profesi.
3. Interpretasi Aturan Etika
Interpretasi Aturan Etika merupakan
interpretasi yang dikeluarkan oleh Badan yang dibentuk oleh Himpunan setelah
memperhatikan tanggapan dari anggota, dan pihak-pihak berkepentingan lainnya,
sebagai panduan dalam penerapan Aturan Etika, tanpa dimaksudkan untuk membatasi
lingkup dan penerapannya.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Skandal
Manipulasi Laporan Keuangan PT. KAI 2006
Komisaris PT KAI (Kereta Api Indonesia)
mengungkapkan bahwa ada manipulasi laporan keuangan dalam PT KAI yang
seharusnya perusahaan mengalami kerugian tetapi dilaporkan mendapatkan
keuntungan.
“Saya mengetahui ada sejumlah pos-pos yang
seharusnya dilaporkan sebagai beban bagi perusahaan tapi malah dinyatakan
sebagai aset perusahaan, Jadi disini ada trik-trik akuntansi,” kata Hekinus
Manao, salah satu Komisaris PT. KAI di Jakarta, Rabu.
Dia menyatakan, hingga saat ini dirinya tidak
mau untuk menandatangani laporan keuangan tersebut karena adanya
ketidak-benaran dalam laporan keuangan itu
“Saya tahu bahwa laporan yang sudah diperiksa
akuntan publik, tidak wajar karena sedikit banyak saya mengerti ilmu akuntansi
yang semestinya rugi tapi dibuat laba,” lanjutnya.
Karena tidak ada tanda-tangan dari satu
komisaris PT KAI, maka RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) PT Kereta Api harus
dipending yang seharusnya dilakukan pada awal Juli 2006.
3.2 Analisis dan Penyelesaian Kasus PT.KAI 2006
Dalam kasus tersebut, terdeteksi adanya kecurangan dalam
penyajian laporan keuangan. Ini merupakan suatu bentuk penipuan yang dapat
menyesatkan investor dan stakeholder lainnya. Kasus ini juga berkaitan dengan
masalah pelanggaran kode etik profesi akuntansi.
Diduga
terjadi manipulasi data dalam laporan keuangan PT KAI tahun 2005, perusahaan
BUMN itu dicatat meraih keutungan sebesar Rp, 6,9 Miliar. Padahal apabila
diteliti dan dikaji lebih rinci, perusahaan seharusnya menderita kerugian
sebesar Rp. 63 Miliar. Komisaris PT KAI Hekinus Manao yang juga sebagai
Direktur Informasi dan Akuntansi Direktorat Jenderal Perbendaharaan Negara
Departemen Keuangan mengatakan, laporan keuangan itu telah diaudit oleh Kantor
Akuntan Publik S. Manan. Audit terhadap
laporan keuangan PT KAI untuk tahun 2003 dan tahun-tahun sebelumnya dilakukan
oleh Badan Pemeriksan Keuangan (BPK), untuk tahun 2004 diaudit oleh BPK dan
akuntan publik.
Hasil audit tersebut kemudian diserahkan direksi PT KAI
untuk disetujui sebelum disampaikan dalam rapat umum pemegang saham, dan
komisaris PT KAI yaitu Hekinus Manao menolak menyetujui laporan keuangan PT KAI
tahun 2005 yang telah diaudit oleh akuntan publik. Setelah hasil audit diteliti
dengan seksama, ditemukan adanya kejanggalan dari laporan keuangan PT KAI tahun
2005 :
1.
Pajak pihak ketiga sudah tiga tahun tidak pernah ditagih, tetapi dalam laporan
keuangan itu dimasukkan sebagai pendapatan PT KAI selama tahun 2005.
2. Kewajiban PT KAI untuk membayar surat ketetapan pajak (SKP) pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar Rp 95,2 Miliar yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak pada akhir tahun 2003 disajikan dalam laporan keuangan sebagai piutang atau tagihan kepada beberapa pelanggan yang seharusnya menanggung beban pajak itu. Padahal berdasarkan Standart Akuntansi, pajak pihak ketiga yang tidak pernah ditagih itu tidak bisa dimasukkan sebagai aset. Di PT KAI ada kekeliruan direksi dalam mencatat penerimaan perusahaan selama tahun 2005.
3. Penurunan nilai persediaan suku cadang dan perlengkapan sebesar Rp 24 Miliar yang diketahui pada saat dilakukan inventarisasi tahun 2002 diakui manajemen PT KAI sebagai kerugian secara bertahap selama lima tahun. Pada akhir tahun 2005 masih tersisa saldo penurunan nilai yang belum dibebankan sebagai kerugian sebesar Rp 6 Miliar, yang seharusnya dibebankan seluruhnya dalam tahun 2005.
4. Bantuan pemerintah yang belum ditentukan statusnya dengan modal total nilai komulatif sebesar Rp 674,5 Miliar dan penyertaan modal negara sebesar Rp 70 Miliar oleh manajemen PT KAI disajikan dalam neraca per 31 Desember 2005 sebagai bagian dari hutang. Akan tetapi menurut Hekinus bantuan pemerintah dan penyertaan modal harus disajikan sebagai bagian dari modal perseroan.
5. Manajemen PT KAI tidak melakukan pencadangan kerugian terhadap kemungkinan tidak tertagihnya kewajiban pajak yang seharusnya telah dibebankan kepada pelanggan pada saat jasa angkutannya diberikan PT KAI tahun 1998 sampai 2003.
Perbedaan pendapat terhadap laporan keuangan antara
komisaris dan auditor akuntan publik terjadi karena PT KAI tidak memiliki tata
kelola perusahaan yang baik. Ketiadaan tata kelola yang baik itu juga membuat
komite audit (komisaris) PT KAI baru bisa dibuka akses terhadap laporan
keuangan setelah diaudit akuntan publik. Akuntan publik yang telah mengaudit
laporan keuangan PT KAI tahun 2005 segera diperiksa oleh Badan Peradilan
Profesi Akuntan Publik. Jika terbukti bersalah, akuntan publik itu diberi sanksi
teguran atau pencabutan izin praktek. (Harian KOMPAS Tanggal 5 Agustus 2006 dan
8 Agustus 2006).
Kasus PT KAI di atas menurut beberapa sumber yang saya
dapat, berawal dari pembukuan yang tidak sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan. Sebagai akuntan sudah selayaknya menguasai prinsip akuntansi
berterima umum sebagai salah satu penerapan etika profesi. Kesalahan karena
tidak menguasai prinsip akuntansi berterima umum bisa menyebabkan masalah yang
sangat menyesatkan. Laporan Keuangan PT KAI tahun 2005 disinyalir telah
dimanipulasi oleh pihak-pihak tertentu. Banyak terdapat kejanggalan dalam
laporan keuangannya. Beberapa data disajikan tidak sesuai dengan standar
akuntansi keuangan. Hal ini mungkin sudah biasa terjadi dan masih bisa
diperbaiki. Namun, yang menjadi permasalahan adalah pihak auditor menyatakan
Laporan Keuangan itu wajar. Tidak ada penyimpangan dari standar akuntansi
keuangan. Hal ini lah yang patut dipertanyakan.
Dari informasi yang didapat, sejak tahun 2004 laporan PT
KAI diaudit oleh Kantor Akuntan Publik. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya
yang melibatkan BPK sebagai auditor perusahaan kereta api tersebut. Hal itu
menimbulkan dugaan kalau Kantor Akuntan Publik yang mengaudit Laporan Keuangan
PT KAI melakukan kesalahan.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Maka dari itu,
berdasarkan kasus yang terjadi didalam PT. KAI 2006 saya dapat
menyimpulkan bahwa telah terjadi adanya pelanggaran kode etik profesi akuntansi
diantaranya sebagai berikut:
a. Tanggung
jawab profesi, dimana seorang akuntan harus
bertanggung jawab secara professional terhadap semua kegiatan yang
dilakukannya. Akuntan Internal PT. KAI kurang bertanggung jawab karena dia
tidak menelusuri kekeliruan dalam pencatatan dan memperbaiki kesalahan tersebut
sehingga laporan keuangan yang dilaporkan merupakan keadaan dari posisi
keuangan perusahaan yang sebenarnya.
b. Kepentingan
Publik, dimana akuntan harus bekerja demi kepentingan publik
atau mereka yang berhubungan dengan perusahaan seperti kreditur, investor, dan
lain-lain. Dalam kasus ini akuntan PT. KAI diduga tidak bekerja demi
kepentingan publik karena diduga sengaja memanupulasi laporan keuangan sehingga
PT. KAI yang seharusnya menderita kerugian namun karena manipulasi tersebut PT.
KAI terlihat mengalami keuntungan. Hal ini tentu saja sangat berbahaya,
termasuk bagi PT. KAI. Karena, apabila kerugian tersebut semakin besar namun
tidak dilaporkan, maka PT. KAI bisa tidak sanggup menanggulangi kerugian
tersebut.
c. Integritas,
dimana akuntan harus bekerja dengan profesionalisme yang tinggi. Dalam kasus
ini akuntan PT. KAI tidak menjaga integritasnya, karena diduga telah melakukan
manipulasi laporan keuangan.
d. Objektifitas,
dimana akuntan harus bertindak obyektif dan bersikap independen atau tidak
memihak siapapun. Dalam kasus ini akuntan PT. KAI diduga tidak obyektif karena
diduga telah memanipulasi laporan keuangan sehingga hanya menguntungkan
pihak-pihak tertentu yang berada di PT. KAI.
e. Kompetensi
dan kehati-hatian professional, akuntan dituntut harus
melaksanakan jasa profesionalnya dengan penuh kehati-hatian, kompetensi, dan
ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan
profesionalnya pada tingkat yang diperlukan. Dalam kasus ini, akuntan PT. KAI
tidak melaksanakan kehati-hatian profesional sehingga terjadi kesalahan
pencatatan yang mengakibatkan PT. KAI yang seharusnya menderita kerugian namun
laporan keuangan mengalami keuntungan.
f. Kerahasiaan, akuntan harus
menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa
profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa
persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk
mengungkapkannya. Dalam kasusun ini akuntan sudah menerapkan prinsip
kerahasiaan karena hanya melaporkan laporan yang dapat dipublikasikan saja.
g. Perilaku profesional, akuntan sebagai
seorang profesional dituntut untuk berperilaku konsisten selaras dengan
reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan
profesinya. Dalam kasus ini akuntan PT. KAI diduga tidak berperilaku
profesional yang menyebabkan kekeliruan dalam melaporkan laporan keuangan, dan
hal ini dapat mendiskreditkan (mencoreng nama baik) profesinya.
h. Standar teknis, akuntan dalam
menjalankan tugas profesionalnya harus mengacu dan mematuhi standar teknis dan
standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan
berhati-hati, akuntan mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari
penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan
obyektifitas. Dalam kasus ini akuntan tidak melaksanakan prinsip standar teknis
karena tidak malaporkan laporan keuangan sesuai dengan standar akuntansi
keuangan. Contohnya, pada saat PT Kereta Api Indonesia telah tiga tahun tidak
dapat menagih pajak pihak ketiga. Tetapi, dalam laporan keuangan itu, pajak
pihak ketiga dinyatakan sebagai pendapatan. Padahal, berdasarkan standar
akuntansi keuangan, ia tidak dapat dikelompokkan dalam bentuk pendapatan atau
asset.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar